Senin, 23 Mei 2011

DALIL AQLI DAN NAQLI

kawan-kawan semua kali ini saya akan sedikit berbagi tentang sedikit materi tentang dalil naqli dan aqli,

A.    Dalil Naqli
Dalil Naqli adalah dalil yang berdasarkan kepada penetapan-penetapan yang sudah ditetapkan Allah dan Rasulullah Muhammad SAW.Penetapan itu berupa penetapan yang bersifat pasti ataupun penetapan-penetapan yang membutuhkan penafsiran lebih lanjut.
        Berdasarkan struktur dan tingkatnya dalil naqli dapat dibedakan atas empat tingkatan.Tingkatan itu merupakan struktur bertingkat.Artinya Dalil yang berada pada tingkatan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan atau berlawanan  dengan dalil yang berada di atasnya.Apabila ditemukan dalil yang saling bertentangan,atau dalil hukum sar’I yang tidak cocok antara satu dalil yang paling dekat pengertiannya dengan dalil yang berada di atasnya.

Struktur dalil hukum sar’I tersebut adalah :

1.       Al-Quran
        Kitab suci Al-Quran menempati urutan pertama dalam struktur hukum sar’i.Pengertian Al-Quran sebagai dalil hukum sar’I adalah sesuai dengan posisi Al-Qur’an sebagai sumber hukum tertinggi.Setiap penetapan hukum sar’i harus dan mutlak tidak boleh bertentangan dengan kitab suci Al-Qur’an.

2.       Hadits
        Hadits dalam hukum sar’i menempati urutan kedua setelah kitab suci Al-Quran sebagai kitab hukum.Posisi hadits dalam struktur hukum sar’i bersifat penafsiran dan penjelasan dari hukum-hukum sar’i yang sudah ditetapkan dalam Al-Quran sebagai kitab hukum tertinggi.

3.       Ijmak
        Ijmak berarti kesepakatan beberapa orang atas sesuatu persoalan hukum yang timbul dalam hukum sar’i.Persoalan-persoalan itu terbatas pada persoalan yang dalam Al-Quran sebagai kitab hukum utama dan hadits sebagai rincian penjelasan Al-Quran tidak ditemukan keterangan yang jelas atau keterangan yang terperinci.
        Penetapan-penetapan hukum sar’i dengan metode ijmak ini tidak boleh merupakan penetapan hukum tersendiri.Tapi tetap merupakan penjelasan hukum yang berada diatasnya berdasarkan wawasan para ulama yang sudah menguasai ilmunya dengan baik.Serta pertimbangan azas manfaat dan mudharatnya dari suatu penetapan hukum terhadap umat.

4.       Qiyas
        Qiyas berarti mencari persamaan dari persoalan hukum sar’i yang timbul dengan hukum-hukum yang sudah ditetapkan dalam Al-Quran dan Hadits serta hukum ijmak.
        Penetapan persamaan hukum sar’i dengan metode Qiyas dapat dilihat pada penetapan hukum alkohol yang disamakan dengan khamar.Pernyataan alkohol tidak terdapat dalam Al-Quran dan Hadits,tetapi alkohol tersebut mempunyai dampak yang sama dengan khamar yaitu minuman yang dapat memabukkan.
        Penetapan hukum Qiyas,disamping tetap mengacu kepada Al-Quran sebagai kitab hukum dan sebagai landasan hukum utama.Hukum qiyas tetap tidak bisa ditetapkan secara sebarangan.Hukum qiyas tetapi harus berdasarkan pendapat para ulama dan para ahli yang terkait,berdasarkan azas manfaat dan mudharat yang sesuai dengan Al-Quran dan hadits.

B.    Dalil Aqli
        Dalil aqli berarti dalil hukum sar’i yang sesui dengan akal sehat manusia.Manusia yang secara fsikologis mengalami goncangan kejiwaan tidak berhak menetapkan hukum akal.Pendapat wajib untuk ditolak.
        Penetapan dalil aqli dalam hukum sar’i dilakukan setelah memperhatikan dan mempelajari hukum-hukum sar’i berdasarkan dalil-dalil naqli secara seksama.

Dalil aqli ini melahirkan beberapa jenis hukum yaitu:
1.       Wajib
                Wajib dalam dalil aqli pada hukum sar’i adalah wajib pada akal.Artinya seluruh penetapan hukum sar’i yang sudah ditetapkan dapat diterima oleh akal sehat manusia.Baik wajib secara akal menerimanya ataupun wajib secara akal untuk menolaknya.

2.       Mustahil
                Mustahil dalam dalil aqli pada hukum sar’i adalah mustahil pada akal.Artinya seluruh penetapan hukum sar’i yang sudah ditetapkan mustahil diterima oleh akal sehat manusia.Baik mustahil secara akal menerimanya ataupun mustahil secara akal untuk menolaknya.

3.       Jaiz atau Mungkin
                Jaiz atau mungkin dalam dalil aqli pada hukum sar’i adalah mungkin pada akal.Artinya seluruh penetapan hukum sar’i yang sudah ditetapkan mungkin diterima oleh akal sehat manusia.Baik mungkin secara akal menerimanya ataupun mungkin secara akal untuk menolaknya.
                Hukum jaiz atau mungkin ini timbul karena keterbatasan akal manusia dalam menafsirkan suatu persoalan hukum yang timbul.Dalam peribadatan hukum jaiz atau mungkin pada akal ini lebih dekat kepada haram dan makruh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar